Rss

Minggu, 08 Desember 2013

Cinta Luna Aprilia

Rembulan sirna ditelan guyuran hujan deras di malam buta. Bintang juga tak tampak seolah enggan keluar malam itu bersama suara jangkrik yang hilang ditelan bisingnya genteng diterpa butiran air. Sementara di bawah genteng itu, Luna rebahan memeluk guling. "Lun, cepat keluar. Tidak baik mengurung diri terlalu lama di kamar."

"Mama tolong jangan ganggu aku dulu. Aku lagi nggak pengen keluar kamar!!"

Hujan telah reda, tapi mataku belum berhenti mengisakkan tangis. Aku sangat tak tahan mengingat kejadian bulan lalu. Apalagi kehadiran anaknya sekarang yang selalu mengingatkannya.

 *****

"David, besok kan hari valentine. Kamu mau nggak ngajak aku ke tempat istimewa biar kita bisa ngerasain pacaran di hari kasih sayang?"

"Kalo kamu mau, aku mau ajak kamu ke tempat paling spesial. Tapi nanti kamu tutup mata biar lebih romantis. Kamu mau kan?"

"Oke deh, kamu memang cowokku yang paling baik," ucapku dengan nada senang.

"Jam tujuh ya! Kutunggu di tempat biasa," balasnya lagi.

Aku hanya mengangguk dan setelah itu aku langsung diantarnya pulang dari kafe tempat kami minum.

 *****

Malam telah berlalu dan pagi menyambut bangun tidurku. Kubuka tirai jendela kamar yang terpasang di samping kiri lemari. Russy, kucingku pun sudah bermain-main di halaman rumah dengan bola mainan kecil yang kubelikan kemarin.

"Trings….trings…trings…" HP-ku berbunyi. Kubuka sms yang baru masuk.

 LuN4 Cynk, dah bngun pa blum? Q kngen Nch!! Ntar mlm kta jd prgi kn? Bye maniz q. 1 luv u.:)

 Dari David, benakku. Kata-kata yang gombal. Sms ini sudah sering ia kirim padaku. Tapi aku sangat senang kalau selalu dapat sms darinya. Kubalas smsnya dengan sesingkat-singkatnya karena aku baru bangun tidur dan malas ngetik sms.

 Yups, Q jg cyank qmu, I luv u too.(-_~)*

 Jam sudah menunjukkan pukul sembilan tepat. Mama dan papa sudah pergi ke kantor. Aku tetap di rumah karena bosan banget ke kampus. Nanti malam juga harus pergi sama David, jadi harus istirahat biar nggak kecapekan.

Aku baru saja selesai makan siang yang telah dihidangkan Mbok Sarah di meja. Hanya Mbok Sarah yang menemani makan siangku tiap waktu. Karena mama dan papa selalu pulang malam.

"Mbok, habis ini anterin obat aku ke kamar ya," pintaku pada Mbok Sarah. Karena biasanya kalau aku nggak minum obat, aku suka pusing.

"Iya non, nanti saya anterin. Tapi saya mau antar ini ke dapur dulu," jawabnya sambil mengangkat piring kotor ke dapur.

Aku beranjak pergi dari meja makan menuju ke kamar. Kasur dan meja belajarku masih tersusun rapi sejak Mbok Sarah bersihkan tadi pagi. Foto David pun masih tersusun rapi menghiasi atas bupet kecilku dengan gambar-gambar yang berbeda.

"Ini non obatnya. Mbok taruh di atas bupet," kata Mbok Sarah yang tiba-tiba datang.

"Oh iya Mbok, taruh di situ saja."

Mbok Sarah pergi setelah mengantar obatku. Pintu kamar kututup dengan rapat setelah meneguk obat yang diantarkan Mbok Sarah. Mataku akhirnya mengantuk dan siap untuk tidur. Kunaikkan suhu AC beberapa derajat karena udara sangat gerah, hingga kesejukannya mengantarkanku dalam tidur.

 *****

"Ih, Non rapi banget. Non Luna mau pergi ya?"

"Eh, entar kalau mama papa sudah pulang, bilangin kalau aku jalan ke rumah temen," bilangku pada Mbok Sarah setelah ia kagum mamandangiku.

"Tapi Non perginya jangan lama-lama ya, nanti saya yang dimarahi nyonya."

"Iya," jawabku singkat.

Kupandangi diriku di cermin. Kudapati wanita memakai gaun merah setangah lutut dengan motif tanpa bahu dan lengan, dipadu aksesoris dan pernak pernik putih mengkilap. Juga tak ketinggalan sepatu hak tingi berwarna silver mengkilap yang dibelikan papa di Singapura. Wow seksi, ternyata aku cantik juga. Kalau dilihat sekilas mirip artis Zaskia Sungkar.

Jam telah menunjukkan jam 06.45. Aku sudah siap untuk pergi ke kafe tempat aku dengan David biasa berduaan.

Malam begitu ramai di jalanan. Orang-orang berpasang-pasangan sedang asik berduaan menghabiskan malam valentine mereka. Toko-toko pun terlihat anggun dengan tatanan amor-amor pink yang menghiasi wajah-wajah toko. Terlebih lagi toko-toko cokelat dan kue. Aku telah sampai di depan Flower Garden Cafe yang sering disebut orang kafe Efge dengan menggunakan taksi sekitar sepuluh menit dari rumahku. Mataku berusaha menangkap meja-meja yang penuh dengan orang-orang. Tapi tak kudapati David di dalam.

"Hey."

"Hah!! Ih, ternyata kamu. Aku tadi cari kamu di dalam. Kok di luar sih?" Ucapku dengan nada kaget karena David tadi mengejutkanku dari belakang.

"Udah, di dalam penuh. Yuk, sekarang ke mobil aku," sahut David sambil menarik tanganku menuju mobilnya yang berada di parkiran.

Malam masih ramai dengan pemuda pemudi yang berkeliaran bebas. Dan begitu indah dengan lampu-lampu warna–warni berkelap-kelip memesona. Juga di sudut-sudut tempat tidak kalah heboh dengan kicauan para geng-geng bermotor yang sedang nongkrong.

"Vid, sebenarnya kita mau kemana sih?" tanyaku heran.

"Ya udah, kita stop sebentar di sini," sahut David sambil ngerem mobilnya, lalu mengambil sapu tangan hitam besar dari boks kecil di mobilnya.

"Kamu mau tutup mata aku ya?"

"Iya, kamukan udah janji semalam."

David melanjutkan perjalanan setelah memasangkan penutup mata di wajahku. Dengan mata tertutup aku hanya bisa merasakan dan mendengar suara ocehan David di mobil. Hingga mobilnya berhenti di suatu tempat. Tempat yang tidak terlalu ramai. Apakah ini kafe atau restoran atau sebuah tempat yang sengaja disiapkan untukku?

Dengan mata tertutup, dituntunnya tanganku agar aku tidak menabrak sesuatu. Dan akhirnya berhanti sesaat.

"Mbak, pesanan semalam untuk berdua," kata David yang hanya bisa kudengar. Aku masih penasaran dengan siapa ia bicara. Tapi sepertinya Mbak itu menyerahkan sesuatu kepada David.

"Eh yuk, jangan bengong aja," katanya lagi.

Tanganku kembali ditariknya. Langkah demi langkah kujalani, akhirnya ia bilang sudah sampai. Aku pun sudah tidak sabar ingin membuka mata.

"Sabar ya, aku hitung mundur. Tiga, dua, satu!!!"

Perasaanku berde-bar-debar. Ikatan penutup mata dibuka David pelan-pelan.

"Surprise….." Kata David lantang.

"Wow, ini sungguh sebuah kejutan. Thanks you Vid, I love you," ucapku dengan perasaan sangat terharu. Kuberikan ciuman padanya di pipi kanannya sebagai tanda terima kasih.

Aku terdiam sejenak. Dan timbul pertanyaan dalam benakku, kenapa ia mengadakan acara di tempat ini? Dan aku baru menyadari tempat ini.

"Kenapa?" Tanya David yang tiba-tiba menyadarkan lamunanku.

Aku tetap diam sambil memandangi wajah David. Dan akhirnya kuberanikan untuk bertanya.

"Vid, kenapa kamu buat acara kita di tempat ini? Apa tidak terlalu berlebihan? Ini kan….."

"Ya, aku tahu. Ini hotel. Hotel supermewah bintang lima. Apa salah aku menyediakan semua ini untuk hari valentine kita berdua?" Kata David langsung memutus pembicaraanku tadi.

"Maksud kamu?" Tanyaku penasaran.

"Luna sayang, aku ingin menghabiskan malam spesial ini cuma berduaan dengan kamu. Hanya kita berdua, tanpa diganggu oleh siapapun. Aku sungguh mencintaimu Luna. Kamu mengerti kan? Mungkin aku berharap kaulah yang menjadi pendamping hidupku kelak," sahutnya dengan sedikit berbisik.

Kata-katanya, kenapa kata-katanya begitu membuatku terharu? Sangat terharu. Sungguh perasaanku begitu grogi dan begitu lunak di hadapannya. Juga menjadi pasrah tunduk dalam rayunya.

"Lun, aku mencintaimu," kata David berulang-ulang sambil memegangi tanganku.

Kupandangi wajahnya. Ia tampan dan tak kalah sama aktor-aktor sinetron. Wajahnya mirip aktor Glenn Alinski, hanya saja ia memiliki tahi lalat di alis kirinya yang tebal.

"Cupp." Akhirnya tanpa kusadari bibirnya dengan cepat mendarat tepat di bibir merahku. Kecupan ini, kecupan pertama kali yang pernah kurasakan. Kecupan dengan hasrat yang sangat mendalam. Aku tak dapat menghentikannya. Bibirku seolah juga ingin merasakan dan tunduk luluh menikmatinya. Hingga David menghentikannya dan langsung mengucap kata "Maaf".

"David, apa tadi juga merupakan kado valentine untukku?" tanyaku gugup.

Ia tidak menjawab dan hanya memandangiku dengan pandangan yang tidak biasanya. Melebihi pandangan seorang kekasih. Suatu pandangan khusus dan sorot mata yang menggairahkan.

"Lun, kamu tunggu sebentar. Aku ingin buang air kecil dulu," kata David tiba-tiba setelah memandangiku sesaat.

Suara hening menyelimuti kamar hotel. Tak ada bunyi jangkrik bersahutan. Hotel ini begitu mewah. Lukisan-lukisan berukuran besar menghiasi dindingnya. Siapa saja pasti betah tinggal di sini.

"Ehem, kamu lagi ngapain Lun?"

"Eh, sudah pipis. Aku cuma lihat-lihat isi kamar hotel ini," sahutku pada David yang mengalihkan pandanganku.

Wow, baru kali ini aku melihatnya tidak menggunakan baju. Ia keluar kamar kecil hanya menggunakan celana jeans yang tadi ia pakai. Lekukan otot-otot yang begitu jantan, yang membuat terpesona seluruh kaum hawa, termasuk diriku.

"Lun, apakah kamu merasakan ada sesuatu yang kurang lengkap di malam valentine ini?" Tanya David padaku yang membuatku penasaran.

"Apa?"

"Aku ingin memelukmu dengan erat. Tapi apa kamu tidak keberatan?”

Sejenak aku terdiam dan berpikir. Dia memelukku tanpa mengenakan baju. Tapi David menyiapkan semuanya hanya untuk diriku. Jadi, kuberanikan saja untuk menjawab.

"Ya, kamu boleh memelukku," jawabku agak ragu.

"Luna, hanya kamu wanita yang kucintai," kata David sambil memelukku dengan erat. Hingga kurasakan keringat gairah tubuhnya mengalir di badanku. Tatapan matanya kembali menyorot kedua mataku. Sebuah tatapan pangeran pujaan hati yang mampu melemahkan sekujur tubuhku. Tatapan seorang pria yang kuidam-idamkan saat ini.

"David, apa yang kamu lakukan?” ucapku ketika David mulai meraba belakang punggungku yang terbuka.

"Kulitmu mulus, halus. Aku sangat suka menyentuh kulit seperti ini. Aku ingin merasakan kulitmu seutuhnya."

David kembali memelukku dan menarik retsleting kancing punggungku. Otomatis setengah dari badanku sudah terbuka. Memang, ini momentum yang kuimpikan sejak dulu. Tapi, ini bukan perkara yang sah. Sungguh tidak dapat kutahan apa yang David lakukan. Tak dapat kupikirkan lagi apa arti sebuah harga diri seorang wanita yang telah kumiliki.

Bulan sabit begitu indah di langit malam. Seolah tersenyum melihat semuanya. Desiran angin juga merasakan kenikmatan yang terjadi bersama butiran angin malam yang memberikan kesejukan di dalamnya.

Keringat David bercucuran menyatu bersama keringat dinginku. Baru kali ini aku merasakan dan juga dapat melihat tubuh seorang laki-laki seutuhnya yang aku cintai.

"Lun, apa kamu bahagia malam ini?" tanya David dengan suara sedikit terengah-engah.

Aku hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum memandanginya. David beranjak dari kasur untuk memakai celananya yang dilepaskannya tadi. Aku juga memakai gaun merahku yang terlepas.

"Vid, kita pulang malam ini kan?"

"Terserah kamu mau sampai pagi atau pulang."

"Pulang aja deh, perasaanku nggak enak nih," pintaku.

"Yups," jawabnya singkat

David sudah siap menungguku setelah mencuci mukanya. Aku masih merapikan rambut yang barusan acak-acakan. Jam sudah menunjukkan pukul 11.46. Di dalam hotel telah berlalu. David sudah membuka pintu mobilnya dari parkiran. Aku hanya menunggu di pintu gerbang. Perlahan-lahan ia mengeluarkan mobil dari parkiran dengan jalan mundur hingga keluar pintu gerbang. Jalanan sepi, mobil tidak terlalu banyak yang melintas, ia memutar mobilnya di jalanan untuk menuju pulang.

"David!!" Teriakku lantang.

Sebuah truk pengangkut bahan berat melintas dengan kecepatan tinggi tanpa menyalakan lampu jarak jauh. David kelihatan sangat panik dan mencoba untuk keluar dari mobil. Tapi, semuanya sudah terlambat.

"Tiiiiiiit…..Tiiiiiit…..Tiiiiiit….. Bruakkkksk….!!!"

 Bersambung…

0 komentar:

Posting Komentar