Rembulan sirna
ditelan guyuran hujan deras di malam buta. Bintang juga tak tampak seolah
enggan keluar malam itu bersama suara jangkrik yang hilang ditelan bisingnya
genteng diterpa butiran air. Sementara di bawah genteng itu, Luna rebahan
memeluk guling. "Lun, cepat keluar. Tidak baik mengurung diri terlalu lama
di kamar."
"Mama
tolong jangan ganggu aku dulu. Aku lagi nggak pengen keluar kamar!!"
Hujan telah
reda, tapi mataku belum berhenti mengisakkan tangis. Aku sangat tak tahan
mengingat kejadian bulan lalu. Apalagi kehadiran anaknya sekarang yang selalu
mengingatkannya.
*****
"David,
besok kan hari valentine. Kamu mau nggak ngajak aku ke tempat istimewa biar
kita bisa ngerasain pacaran di hari kasih sayang?"
"Kalo kamu
mau, aku mau ajak kamu ke tempat paling spesial. Tapi nanti kamu tutup mata
biar lebih romantis. Kamu mau kan?"
"Oke deh,
kamu memang cowokku yang paling baik," ucapku dengan nada senang.
"Jam tujuh
ya! Kutunggu di tempat biasa," balasnya lagi.
Aku hanya
mengangguk dan setelah itu aku langsung diantarnya pulang dari kafe tempat kami
minum.
*****
Malam telah
berlalu dan pagi menyambut bangun tidurku. Kubuka tirai jendela kamar yang
terpasang di samping kiri lemari. Russy, kucingku pun sudah bermain-main di
halaman rumah dengan bola mainan kecil yang kubelikan kemarin.
"Trings….trings…trings…"
HP-ku berbunyi. Kubuka sms yang baru masuk.
LuN4 Cynk, dah
bngun pa blum? Q kngen Nch!! Ntar mlm kta jd prgi kn? Bye maniz q. 1 luv u.:)
Dari David,
benakku. Kata-kata yang gombal. Sms ini sudah sering ia kirim padaku. Tapi aku
sangat senang kalau selalu dapat sms darinya. Kubalas smsnya dengan
sesingkat-singkatnya karena aku baru bangun tidur dan malas ngetik sms.
Yups, Q jg cyank
qmu, I luv u too.(-_~)*
Jam sudah
menunjukkan pukul sembilan tepat. Mama dan papa sudah pergi ke kantor. Aku
tetap di rumah karena bosan banget ke kampus. Nanti malam juga harus pergi sama
David, jadi harus istirahat biar nggak kecapekan.
Aku baru saja
selesai makan siang yang telah dihidangkan Mbok Sarah di meja. Hanya Mbok Sarah
yang menemani makan siangku tiap waktu. Karena mama dan papa selalu pulang
malam.
"Mbok,
habis ini anterin obat aku ke kamar ya," pintaku pada Mbok Sarah. Karena
biasanya kalau aku nggak minum obat, aku suka pusing.
"Iya non,
nanti saya anterin. Tapi saya mau antar ini ke dapur dulu," jawabnya
sambil mengangkat piring kotor ke dapur.
Aku beranjak
pergi dari meja makan menuju ke kamar. Kasur dan meja belajarku masih tersusun rapi
sejak Mbok Sarah bersihkan tadi pagi. Foto David pun masih tersusun rapi
menghiasi atas bupet kecilku dengan gambar-gambar yang berbeda.
"Ini non
obatnya. Mbok taruh di atas bupet," kata Mbok Sarah yang tiba-tiba datang.
"Oh iya
Mbok, taruh di situ saja."
Mbok Sarah pergi
setelah mengantar obatku. Pintu kamar kututup dengan rapat setelah meneguk obat
yang diantarkan Mbok Sarah. Mataku akhirnya mengantuk dan siap untuk tidur.
Kunaikkan suhu AC beberapa derajat karena udara sangat gerah, hingga kesejukannya
mengantarkanku dalam tidur.
*****
"Ih, Non
rapi banget. Non Luna mau pergi ya?"
"Eh, entar
kalau mama papa sudah pulang, bilangin kalau aku jalan ke rumah temen,"
bilangku pada Mbok Sarah setelah ia kagum mamandangiku.
"Tapi Non
perginya jangan lama-lama ya, nanti saya yang dimarahi nyonya."
"Iya,"
jawabku singkat.
Kupandangi
diriku di cermin. Kudapati wanita memakai gaun merah setangah lutut dengan
motif tanpa bahu dan lengan, dipadu aksesoris dan pernak pernik putih
mengkilap. Juga tak ketinggalan sepatu hak tingi berwarna silver mengkilap yang
dibelikan papa di Singapura. Wow seksi, ternyata aku cantik juga. Kalau dilihat
sekilas mirip artis Zaskia Sungkar.
Jam telah
menunjukkan jam 06.45. Aku sudah siap untuk pergi ke kafe tempat aku dengan
David biasa berduaan.
Malam begitu
ramai di jalanan. Orang-orang berpasang-pasangan sedang asik berduaan
menghabiskan malam valentine mereka. Toko-toko pun terlihat anggun dengan
tatanan amor-amor pink yang menghiasi wajah-wajah toko. Terlebih lagi toko-toko
cokelat dan kue. Aku telah sampai di depan Flower Garden Cafe yang sering
disebut orang kafe Efge dengan menggunakan taksi sekitar sepuluh menit dari
rumahku. Mataku berusaha menangkap meja-meja yang penuh dengan orang-orang.
Tapi tak kudapati David di dalam.
"Hey."
"Hah!! Ih,
ternyata kamu. Aku tadi cari kamu di dalam. Kok di luar sih?" Ucapku
dengan nada kaget karena David tadi mengejutkanku dari belakang.
"Udah, di
dalam penuh. Yuk, sekarang ke mobil aku," sahut David sambil menarik
tanganku menuju mobilnya yang berada di parkiran.
Malam masih
ramai dengan pemuda pemudi yang berkeliaran bebas. Dan begitu indah dengan
lampu-lampu warna–warni berkelap-kelip memesona. Juga di sudut-sudut tempat
tidak kalah heboh dengan kicauan para geng-geng bermotor yang sedang nongkrong.
"Vid,
sebenarnya kita mau kemana sih?" tanyaku heran.
"Ya udah,
kita stop sebentar di sini," sahut David sambil ngerem mobilnya, lalu
mengambil sapu tangan hitam besar dari boks kecil di mobilnya.
"Kamu mau
tutup mata aku ya?"
"Iya,
kamukan udah janji semalam."
David
melanjutkan perjalanan setelah memasangkan penutup mata di wajahku. Dengan mata
tertutup aku hanya bisa merasakan dan mendengar suara ocehan David di mobil.
Hingga mobilnya berhenti di suatu tempat. Tempat yang tidak terlalu ramai. Apakah
ini kafe atau restoran atau sebuah tempat yang sengaja disiapkan untukku?
Dengan mata
tertutup, dituntunnya tanganku agar aku tidak menabrak sesuatu. Dan akhirnya
berhanti sesaat.
"Mbak,
pesanan semalam untuk berdua," kata David yang hanya bisa kudengar. Aku
masih penasaran dengan siapa ia bicara. Tapi sepertinya Mbak itu menyerahkan
sesuatu kepada David.
"Eh yuk,
jangan bengong aja," katanya lagi.
Tanganku kembali
ditariknya. Langkah demi langkah kujalani, akhirnya ia bilang sudah sampai. Aku
pun sudah tidak sabar ingin membuka mata.
"Sabar ya,
aku hitung mundur. Tiga, dua, satu!!!"
Perasaanku
berde-bar-debar. Ikatan penutup mata dibuka David pelan-pelan.
"Surprise….."
Kata David lantang.
"Wow, ini
sungguh sebuah kejutan. Thanks you Vid, I love you," ucapku dengan
perasaan sangat terharu. Kuberikan ciuman padanya di pipi kanannya sebagai
tanda terima kasih.
Aku terdiam
sejenak. Dan timbul pertanyaan dalam benakku, kenapa ia mengadakan acara di
tempat ini? Dan aku baru menyadari tempat ini.
"Kenapa?"
Tanya David yang tiba-tiba menyadarkan lamunanku.
Aku tetap diam
sambil memandangi wajah David. Dan akhirnya kuberanikan untuk bertanya.
"Vid,
kenapa kamu buat acara kita di tempat ini? Apa tidak terlalu berlebihan? Ini
kan….."
"Ya, aku
tahu. Ini hotel. Hotel supermewah bintang lima. Apa salah aku menyediakan semua
ini untuk hari valentine kita berdua?" Kata David langsung memutus
pembicaraanku tadi.
"Maksud
kamu?" Tanyaku penasaran.
"Luna
sayang, aku ingin menghabiskan malam spesial ini cuma berduaan dengan kamu.
Hanya kita berdua, tanpa diganggu oleh siapapun. Aku sungguh mencintaimu Luna.
Kamu mengerti kan? Mungkin aku berharap kaulah yang menjadi pendamping hidupku
kelak," sahutnya dengan sedikit berbisik.
Kata-katanya,
kenapa kata-katanya begitu membuatku terharu? Sangat terharu. Sungguh
perasaanku begitu grogi dan begitu lunak di hadapannya. Juga menjadi pasrah
tunduk dalam rayunya.
"Lun, aku
mencintaimu," kata David berulang-ulang sambil memegangi tanganku.
Kupandangi
wajahnya. Ia tampan dan tak kalah sama aktor-aktor sinetron. Wajahnya mirip
aktor Glenn Alinski, hanya saja ia memiliki tahi lalat di alis kirinya yang
tebal.
"Cupp."
Akhirnya tanpa kusadari bibirnya dengan cepat mendarat tepat di bibir merahku.
Kecupan ini, kecupan pertama kali yang pernah kurasakan. Kecupan dengan hasrat
yang sangat mendalam. Aku tak dapat menghentikannya. Bibirku seolah juga ingin
merasakan dan tunduk luluh menikmatinya. Hingga David menghentikannya dan langsung
mengucap kata "Maaf".
"David, apa
tadi juga merupakan kado valentine untukku?" tanyaku gugup.
Ia tidak
menjawab dan hanya memandangiku dengan pandangan yang tidak biasanya. Melebihi
pandangan seorang kekasih. Suatu pandangan khusus dan sorot mata yang menggairahkan.
"Lun, kamu
tunggu sebentar. Aku ingin buang air kecil dulu," kata David tiba-tiba
setelah memandangiku sesaat.
Suara hening
menyelimuti kamar hotel. Tak ada bunyi jangkrik bersahutan. Hotel ini begitu
mewah. Lukisan-lukisan berukuran besar menghiasi dindingnya. Siapa saja pasti
betah tinggal di sini.
"Ehem, kamu
lagi ngapain Lun?"
"Eh, sudah
pipis. Aku cuma lihat-lihat isi kamar hotel ini," sahutku pada David yang
mengalihkan pandanganku.
Wow, baru kali
ini aku melihatnya tidak menggunakan baju. Ia keluar kamar kecil hanya
menggunakan celana jeans yang tadi ia pakai. Lekukan otot-otot yang begitu
jantan, yang membuat terpesona seluruh kaum hawa, termasuk diriku.
"Lun,
apakah kamu merasakan ada sesuatu yang kurang lengkap di malam valentine
ini?" Tanya David padaku yang membuatku penasaran.
"Apa?"
"Aku ingin
memelukmu dengan erat. Tapi apa kamu tidak keberatan?”
Sejenak aku
terdiam dan berpikir. Dia memelukku tanpa mengenakan baju. Tapi David
menyiapkan semuanya hanya untuk diriku. Jadi, kuberanikan saja untuk menjawab.
"Ya, kamu
boleh memelukku," jawabku agak ragu.
"Luna,
hanya kamu wanita yang kucintai," kata David sambil memelukku dengan erat.
Hingga kurasakan keringat gairah tubuhnya mengalir di badanku. Tatapan matanya
kembali menyorot kedua mataku. Sebuah tatapan pangeran pujaan hati yang mampu
melemahkan sekujur tubuhku. Tatapan seorang pria yang kuidam-idamkan saat ini.
"David, apa
yang kamu lakukan?” ucapku ketika David mulai meraba belakang punggungku yang
terbuka.
"Kulitmu
mulus, halus. Aku sangat suka menyentuh kulit seperti ini. Aku ingin merasakan
kulitmu seutuhnya."
David kembali
memelukku dan menarik retsleting kancing punggungku. Otomatis setengah dari
badanku sudah terbuka. Memang, ini momentum yang kuimpikan sejak dulu. Tapi,
ini bukan perkara yang sah. Sungguh tidak dapat kutahan apa yang David lakukan.
Tak dapat kupikirkan lagi apa arti sebuah harga diri seorang wanita yang telah
kumiliki.
Bulan sabit
begitu indah di langit malam. Seolah tersenyum melihat semuanya. Desiran angin juga
merasakan kenikmatan yang terjadi bersama butiran angin malam yang memberikan
kesejukan di dalamnya.
Keringat David
bercucuran menyatu bersama keringat dinginku. Baru kali ini aku merasakan dan
juga dapat melihat tubuh seorang laki-laki seutuhnya yang aku cintai.
"Lun, apa
kamu bahagia malam ini?" tanya David dengan suara sedikit terengah-engah.
Aku hanya
menganggukkan kepala sambil tersenyum memandanginya. David beranjak dari kasur
untuk memakai celananya yang dilepaskannya tadi. Aku juga memakai gaun merahku
yang terlepas.
"Vid, kita
pulang malam ini kan?"
"Terserah
kamu mau sampai pagi atau pulang."
"Pulang aja
deh, perasaanku nggak enak nih," pintaku.
"Yups,"
jawabnya singkat
David sudah siap
menungguku setelah mencuci mukanya. Aku masih merapikan rambut yang barusan
acak-acakan. Jam sudah menunjukkan pukul 11.46. Di dalam hotel telah berlalu.
David sudah membuka pintu mobilnya dari parkiran. Aku hanya menunggu di pintu
gerbang. Perlahan-lahan ia mengeluarkan mobil dari parkiran dengan jalan mundur
hingga keluar pintu gerbang. Jalanan sepi, mobil tidak terlalu banyak yang
melintas, ia memutar mobilnya di jalanan untuk menuju pulang.
"David!!"
Teriakku lantang.
Sebuah truk
pengangkut bahan berat melintas dengan kecepatan tinggi tanpa menyalakan lampu
jarak jauh. David kelihatan sangat panik dan mencoba untuk keluar dari mobil.
Tapi, semuanya sudah terlambat.
"Tiiiiiiit…..Tiiiiiit…..Tiiiiiit…..
Bruakkkksk….!!!"
Bersambung…
0 komentar:
Posting Komentar